Jumat, 17 Agustus 2012

Mengobati Jiwa dengan Upaya Keras Melawan Dorongan Hawa Nafsu Yang Buruk


Sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa di samping muhasabah, obat yang lain bagi jiwa yang ammarah bis-su’ adalah mukhalafah, yakni menentang hawa nafsu atau keinginan jelek dari hawa nafsu itu sendiri. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
“Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” an-Nazi’at: 40—41
Al-Qurthubi rahimahullah menafsirkan, “Maksudnya, memperingatkan jiwanya dari perbuatan maksiat dan perbuatan yang haram.”
Sahl t mengatakan, “Meninggalkan keinginan buruk jiwa adalah kunci surga, karena Allah Subhanahu Wata’ala berfirman,
‘Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya)’.” (an-Nazi’at: 40—41)
Abdullah bin Mas’ud z mengatakan, “Kalian sekarang berada pada zaman yang kebenaran menuntun hawa nafsu. Akan datang nanti sebuah masa ketika hawa nafsu yang justru menuntun kebenaran. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu Wata’ala dari zaman tersebut.” (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an)
Al-Alusi  rahimahullah dalam tafsirnya juga menerangkan, “…. (Arti ayat di atas) adalah memperingatkan jiwanya dan menahannya dari kemauan-kemauan yang membinasakan, yaitu condong kepada syahwat, serta meluruskannya dengan kesabaran, membiasakannya untuk mengutamakan kebaikan, tidak membiasakannya dengan hiasan dunia dan kembang-kembangnya, tidak terkecoh oleh gemerlapnya dan hiasan-hiasannya karena mengetahui betapa jeleknya akibatnya. Ibnu Abbas c dan Muqatil t mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah seseorang yang berkeinginan melakukan maksiat dan teringat kedudukannya saat dihisab di hadapan Rabbnya lalu takut serta meninggalkan maksiatnya.
Kata al-hawa (seperti dalam ayat) asalnya bermakna al-mail (kecondongan, kemauan, keinginan, hasrat).
Namun, kata ini menjadi populer untuk menyatakan makna kecondongan atau keinginan kepada syahwat. Dengan demikian, segala keinginan kepada syahwat disebut al-hawa (Ind: nafsu syahwat), (kata kerja hawa juga bermakna terjun, sehingga nafsu syahwat dinamakan demikian) karena hal itu akan mengempaskannya kepada segala yang lemah di dunia dan kepada jurang yang dalam di akhirat.
Oleh karena itu, orang yang menentang hawa nafsunya menjadi terpuji. Sebagian ahli hikmah mengatakan, ‘Apabila engkau ingin kebenaran, lihatlah hawa nafsumu lalu selisihilah.’ Al-Fudhail t mengatakan, ‘Seutama-utama amalan adalah menentang hawa nafsu….’
Hampir-hampir keburukan mengikuti hawa nafsu dan kebaikan dalam hal menyelisihinya adalah dua hal yang mesti. Akan tetapi, orang yang tidak menurutinya hanya sedikit, selain para nabi dan beberapa ash-shiddiqin (yang sangat jujur dalam beriman). Beruntunglah orang yang selamat darinya.” (Ruhul Ma’ani)
Mengendalikan jiwa adalah sifat orang yang cerdas. Ibnul Jauzi t mengatakan, “Orang yang cerdas akan menahan jiwanya dari sebuah kenikmatan yang menyisakan kepedihan dan syahwat yang mewariskan penyesalan. Cukuplah ukuran ini sebagai pujian bagi kecerdasan dan celaan bagi hawa nafsu.” (Dzammul Hawa)
Nabi Yusuf alaihi salam adalah salah satu teladan dalam hal menentang hawa nafsu dan keinginan jiwa yang tidak baik.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah  menerangkan, “Nabi Yusuf tergolong ‘orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya’.”
Sesungguhnya, Yusuf waktu itu adalah seorang yang muda dan bujang, tertawan di negeri musuh, tidak ada di sana kerabat dan teman yang ia merasa malu dari mereka apabila melakukan perbuatan keji. Karena, sebagian besar manusia akan terhalangi melakukan perbuatan-perbuatan jelek oleh rasa malunya dari orang yang dia kenal.
Jadi, apabila mengasingkan diri, seseorang akan melakukan apa saja yang diingini oleh hawa nafsunya. Nabi Yusuf q juga saat itu hanya berdua sehingga tidak takut kepada siapa pun. Menurut hukum nafsu ammarah—apabila nafsu beliau demikian—mestinya beliaulah yang merayu-rayu (istri raja). Bahkan, mestinya beliaulah yang membuat tipu daya untuk meraihnya, sebagaimana kebiasaan mayoritas orang yang berhasrat kepada wanita-wanita bangsawan apabila tidak mampu secara langsung mengajaknya ‘berbuat’. Adapun apabila dia diajak atau diminta, walaupun yang meminta itu seorang wanita pembantu, tentu dia menyambutnya dengan segera. Lantas, bagaimana apabila yang memintanya adalah tuan yang menguasainya, yang dia takut menyelisihi perintahnya?
Ditambah lagi suaminya—yang seharusnya marah besar kepada istrinya—ternyata tidak menghukumnya, bahkan Yusuf lah yang diperintah untuk menyingkir, sebagaimana seorang dayyuts (yang tidak punya cemburu) berteriak. Apalagi, wanita tersebut meminta bantuan wanita-wanita lain dan memenjarakan Yusuf.
Namun, Nabi Yusuf alaihi salam mengatakan sebagaimana firman Allah,
“Yusuf berkata, ‘Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh’.” (Yusuf: 33)
Hendaknya seorang yang cerdas memerhatikan faktor-faktor yang mendorong wanita tersebut untuk mengajak Yusuf kepada apa yang dia ajak: terpenuhinya segala sarana dan kuatnya ajakan sang wanita, tiada yang memalingkannya apabila dia melakukannya, tidak ada pula makhluk yang menyelamatkannya dari perbuatan tersebut (namun Nabi Yusuf q tetap menolaknya –pen.). Ini semua untuk menjelaskan bahwa ujian yang diberikan kepada Yusuf q termasuk ujian yang sangat besar, dan bahwa ketakwaan dan kesabarannya menahan diri dari maksiat termasuk kebaikan dan ketaatan terbesar. Sungguh, jiwa Yusuf q termasuk jiwa yang paling bersih. Bagaimana dia mau mengatakan,
“Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Yusuf: 53)
Allah Mahatahu bahwa jiwanya bersih, bukan jiwa yang ammarah bis-su’ (suka menyuruh kepada kejelekan). Bahkan, jiwa beliau termasuk jiwa yang paling suci. Hasrat yang sempat ada pada beliau justru menambah kesucian jiwa dan ketakwaannya. Dengan sempat munculnya hasrat itu lantas beliau tinggalkan karena Allah Subhanahu Wata’ala, sungguh menambah satu kebaikan yang termasuk kebaikan yang sangat besar yang menyucikan jiwa. (Majmu’ Fatawa bagian tafsir dengan sedikit diringkas)
Itulah salah satu gambaran indah dalam hal melawan keinginan jiwa. Dengan itu, jiwa semakin suci, kedudukan di sisi Allah Subhanahu Wata’ala pun semakin tinggi. Bahkan, untuk mencapai tingkatan yang lebih sempurna tidak cukup hanya melawan kemauan jeleknya, tetapi dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh untuk membekali jiwa dengan amalan-amalan saleh. Itulah yang diistilahkan oleh Ibnul Qayyim t dengan jihadun nafs (berjihad melawan hawa nafsu, red).
Ibnul Qayyim rahimahullah  menerangkan bahwa jihadun-nafs melalui empat tingkatan:
1. Memacu jiwa untuk mempelajari petunjuk dan agama yang benar, yang tiada keberuntungan bagi jiwa dan tiada kebahagiaan baginya, baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat selain dengannya. Apabila jiwa tersebut terlewatkan darinya, ia akan sengsara di dunia dan akhirat.
2. Memacu jiwa untuk mengamalkan petunjuk tersebut setelah mengetahuinya.
Apabila tidak demikian, sekadar ilmu tanpa amal, kalau tidak mencelakakannya, tentu tidak memberinya manfaat.
3. Memacu jiwa untuk mendakwahkan dan mengajarkannya kepada orang yang belum mengetahuinya
Apabila tidak demikian, ia tergolong orang yang menyembunyikan petunjuk dan keterangan yang diturunkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Ilmunya tidak memberinya manfaat dan tidak menyelamatkannya dari siksa Allah Subhanahu Wata’ala.
4. Mengusahakan jiwa untuk bersabar terhadap kesulitan-kesulitan dalam berdakwah dan dalam menghadapi gangguan makhluk serta menanggung beban itu semua karena Allah Subhanahu Wata’ala.
Apabila seseorang menyempurnakan empat tingkatan ini, ia akan menjadi golongan rabbani, karena sesungguhnya salaf (para pendahulu) bersepakat bahwa seorang alim tidak berhak untuk disebut rabbani hingga dia mengetahui kebenaran, mengamalkannya, dan mengajarkannya. Barang siapa mengetahui dan mengamalkannya, dia akan disebut sebagai orang besar di kerajaan langit. (Zadul Ma’ad, 3/9)
Jihadun nafs ini bukan hal sepele. Ini adalah awal dari semua langkahnya dalam segala amalan, termasuk amalan-amalan besar. Bahkan, jihad melawan musuh yang kafir yang merupakan puncak dari punuknya Islam adalah cabang dari jihadun nafs.
Ibnul Qayyim rahimahullah juga menjelaskan, “Karena jihad melawan musuh-musuh Allah Subhanahu Wata’ala di luar adalah cabang dari jihadun nafs (usaha hamba menundukkan jiwa), Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengatakan, ‘Mujahid adalah orang yang mengusahakan dirinya untuk selalu taat kepada Allah Subhanahu Wata’ala, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wata’ala.’ (HR. )
Maka dari itu, jihadun nafs lebih diutamakan daripada jihad melawan musuh yang di luar dirinya. Jihadun nafs adalah asal-usul dari jihad melawan musuh. Hal ini karena orang yang tidak melakukan jihadun nafs terlebih dahulu agar melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh-Nya lalu memerangi jiwanya karena Allah Subhanahu Wata’ala, tidak mungkin ia akan berjihad melawan musuh di luar dirinya….” (Zadul Ma’ad, 3/5—6)
Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, jihadun nafs lebih besar daripada jihad melawan musuh, karena jiwa itu adalah sesuatu yang disukai dan ajakannya juga disukai. Sebab, jiwa tidak mengajak selain kepada sesuatu yang sesuai dengan nafsu (keinginan/syahwat). Sementara itu, menyesuaikan dengan sesuatu yang disukai dalam hal yang pada dasarnya tidak menyenangkan itu saja tetap disukai, lebih-lebih jika dia mengajak kepada sesuatu yang menyenangkan. Apabila keadaannya dibalik, dan jiwa yang disukai tadi ditentang ajakannya, jihad/perlawanan terhadapnya semakin berat dan masalah semakin sulit.
Berbeda halnya dengan jihad melawan orang-orang kafir karena tabiat dan watak manusia (pada dasarnya) adalah memusuhi lawan.
Ibnul Mubarak rahimahullah  mengatakan ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu Wata’ala,
‘Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik.’ (al-Ankabut: 69)
Maksudnya adalah jihad untuk menundukkan jiwa dan hawa nafsu.”
Semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan taufik-Nya kepada kita semua untuk menuju jiwa yang suci.

Penjelasan Rukun Iman


Aqidah Islamiah dibangun di atas rukun iman yang enam, yaitu: Iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, hari akhirat, dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk.
Keenam rukun ini telah disebutkan secara jelas dalam Al-Qur`an dan sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam.
Allah Azza wa Jalla berfirman:


“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.” (QS. Al-Baqarah: 177)


Adapun, iman kepada takdir maka disebutkan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.”(QS. Al-Qamar: 49)
Sementara dari As-Sunnah adalah hadits Umar bin Al-Khaththab yang masyhur tentang kisah datangnya Jibril alaihissalam untuk bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam tentang iman. Maka beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim no. 9)
Berikut penjelasan ringkas mengenai keenam rukun iman ini:

1.    Iman kepada Allah.
       Tidaklah seseorang dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 perkara:
a.       Mengimani adanya Allah Ta’ala.
b.      Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah.
c.       Mengimani uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengingkari semua sembahan selain Allah Ta’ala.
d.      Mengimani semua nama dan sifat Allah yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang Nabi-Nya shallallahu alaihi wasallam tetapkan untuk Allah, serta menjauhi ta’thil, tahrif, takyif, dan tamtsil.
2.    Iman kepada para malaikat Allah.
Maksudnya kita wajib membenarkan bahwa para malaikat itu ada wujudnya dimana Allah Ta’ala menciptakan mereka dari cahaya. Mereka adalah makhluk dan hamba Allah yang selalu patuh dan beribadah kepada-Nya.
Allah Ta’ala berfirman:

“Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.”(QS. Al-Anbiya`: 19-20)
Kita wajib mengimani secara rinci setiap malaikat yang kita ketahui namanya seperti Jibril, Mikail, dan Israfil. Adapun yang kita tidak ketahui namanya maka kita mengimani mereka secara global. Di antara bentuk beriman kepada mereka adalah mengimani setiap tugas dan amalan mereka yang tersebut dalam Al-Qur`an dan hadits yang shahih, seperti mengantar wahyu, menurunkan hujan, mencabut nyawa, dan seterusnya.
3.    Iman kepada kitab-kitab Allah.
Yaitu kita mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah kalam-Nya, dan kalamullah bukanlah makhluk karena kalam merupakan sifat Allah dan sifat Allah bukanlah makhluk.
Kita juga wajib mengimani secara terperinci semua kitab yang namanya disebutkan dalam Al-Qur`an seperti taurat, injil, zabur, suhuf Ibrahim, dan suhuf Musa. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita mengimani secara global bahwa Allah Ta’ala mempunyai kitab lain selain daripada yang diterangkan kepada kita. Secara khusus tentang Al-Qur`an, kita wajib mengimani bahwa dia merupakan penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya.
4.    Iman kepada para nabi dan rasul Allah.
                 Yaitu mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata.
Wajib mengimani bahwa semua wahyu nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Karenanya siapa saja yang mendustakan kenabian salah seorang di antara mereka maka sama saja dia telah mendustakan seluruh nabi lainnya. Karenanya Allah Ta’ala mengkafirkan Yahudi dan Nashrani tatkala tidak beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan Allah mendustakan keimanan mereka kepada Musa dan Isa alaihimassalam, karena mereka tidak beriman kepada Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Juga wajib mengimani secara terperinci setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya. Sementara yang tidak kita ketahui namanya maka kita wajib mengimaninya secara global.
Allah Ta’ala berfirman:

“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu.”(QS. Ghafir: 78)
5.    Iman kepada hari akhir.
                             Dikatakan hari akhir karena dia adalah hari terakhir bagi dunia ini, tidak ada lagi hari keesokan harinya. Hari akhir adalah hari dimana Allah Ta’ala mewafatkan seluruh makhluk yang masih hidup ketika itu -kecuali yang Allah perkecualikan-, lalu mereka semua dibangkitkan untuk mempertanggung jawabkan amalan mereka. Allah Ta’ala berfirman:

كما بدأنا أول خلق نعيده وعدا علينا إنا كنا فاعلين

“Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya, janji dari Kami, sesungguhnya Kami pasti akan melakukannya.” (QS. Al-Anbiya`: 104)

Ini makna hari akhir secara khusus, walaupun sebenarnya beriman kepada akhir itu mencakup 3 perkara, dimana siapa saja yang mengingkari salah satunya maka hakikatnya dia tidak beriman kepada hari akhir. Ketiga perkara itu adalah:

a.    Mengimani semua yang terjadi di alam barzakh -yaitu alam di antara dunia dan akhirat- berupa fitnah kubur oleh 2 malaikat, nikmat kubur bagi yang lulus dari fitnah, dan siksa kubur bagi yang tidak selamat darinya.

b.    Mengimani tanda-tanda hari kiamat, baik tanda-tanda kecil yang jumlahnya puluhan, maupun tanda-tanda besar yang para ulama sebutkan jumlahnya ada 10. Di antaranya: Munculnya Imam Mahdi, keluarnya Dajjal, turunnya Nabi Isa alaihissalam, keluarnya Ya`juj dan Ma`jun, dan seterusnya hingga terbitnya matahari dari sebelah barat.

c.    Mengimani semua yang terjadi setelah kebangkitan. Dan kejadian ini kalau mau diruntut sebagai berikut: Kebangkitan lalu berdiri di padang mahsyar, lalu telaga, lalu hisab (tanya jawab dan pembagian kitab), mizan (penimbangan amalan), sirath, neraka, qintharah (titian kedua setelah shirath), dan terakhir surga.
6.    Beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.

Maksudnya kita wajib mengimani bahwa semua yang Allah takdirkan, apakah kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari Allah Ta’ala. Beriman kepada takdir Allah tidak teranggap sempurna hingga mengimani 4 perkara:

a.    Mengimani bahwa Allah Ta’ala mengimani segala sesuatu kejadian, yang baik maupun yang buruk. Bahwa Allah mengetahui semua kejadian yang telah berlalu, yang sedang terjadi, yang belum terjadi, dan semua kejadian yang tidak jadi terjadi seandainya terjadi maka Allah tahu bagaimana terjadinya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 12)

b.    Mengimani bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan semua takdir makhluk di lauh al-mahfuzh, 50.000 tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash radhiallahu anhuma dia berkata: Saya pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Allah telah menuliskan takdir bagi semua makhluk 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 4797)

c.    Mengimani bahwa tidak ada satupun gerakan dan diamnya makhluk di langit, di bumi, dan di seluruh alam semesta kecuali semua baru terjadi setelah Allah menghendaki. Tidaklah makhluk bergerak kecuali dengan kehendak dan izin-Nya, sebagaimana tidaklah mereka diam dan tidak bergerak kecuali setelah ada kehendak dan izin dari-Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
 yang artinya, “Dan kamu tidak dapat menghendaki (mengerjakan sesuatu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)

d.    Mengimani bahwa seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat mereka beserta seluruh sifat dan perbuatan mereka adalah makhluk ciptaan Allah.

Allah Azza wa Jalla berfirman:
yang artinya :“Allah menciptakan segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)

AURA TOTAL


Arti Warna aura


Kalau kita perhatikan dengan santai dan pandangan yang jernih maka kita dapat melihat walau mungkin secara samar bahwa pada badan yang hidup ( juga ada badan tak hidup ) terdapat semacam lapisan warna yang meliputinya yang kita kenal dengan nama  AURA.

Warna dari Aura mirip seperti warna pelangi yang menyelimuti permukaan sebuah benda  (terutama benda hidup) dan warna tsb dapat berubah setiap saat tergantung dari keadaan mental orang tsb.

Pada manusia Aura dapat kita lihat menjadi TIGA bagian .
Bagian pertama atau bagian yang paling dekat dengan permukaan tubuh yang seakan menyelimuti dan mengikuti lekuk tubuh secara tepat adalah Aura Kembaran kita.(atau disebut juga Aura kembaran Etheris).
Warna Aura ini kebanyakan berwarna gelap atau kadang agak kelabu.

Lapisan Kedua terletak diatasnya atau diluarnya adalah Aura bagian dalam yang sedikit banyak mencermin kankeadaan kesehatan si pemilik tubuh tsb.

Lapisan ketiga adalah lapisan diatasnya lagi atau dibagian luarnya lagi yang kita sebut Aura bagian luar ,yang sangat banyak terpengaruh oleh keadaan mental atau kebatinan orang ybs.


Warna dan Artinya :


Hitam
Lebih banyak diartikan sebagai pikiran yang negatif
Merah
Lebih banyak diartikan dengan kemarahan dan hawa nafsu

Coklat
Lebih banyak diartikan dengan keserakahan dan mementingkan diri sendiri.

Abu-Abu
Lebih banyak diartikan dengan suasana kemuraman dan kesedihan kadang ketakutan.

Oranye
Lebih diartikan dengan ambisi.

Kuning
Lebih diartikan dengan kecerdasan pada ybs.
Hijau
Sifat baik

Biru
Rasa keagamaan ,ketaatan dan cita-cita mulia

Putih
Menunjukan tingkat kerohanian yang tinggi.


Tentu masih banyak lagi warna kombinasinya yang dapat kita lihat dan ini mempunyai arti gabungan tsb.
   


1.     Membuka kekuatan tersembunyi dari aura seperti kharisma, daya tarik, pesona dan kecantikan alami.
2.     Membersihkan kotoran, kekusaman, dan energi negatif yang terdapat dalam aura Anda
3.     Membuka semua hambatan-hambatan yang menghambat munculnya aura Anda
4.     Membuat muka lebih bercahaya dan terlihat lebih cantik atau tampan.
5.     Memberikan ketenangan dan kedamaian dalam hati
6.     Pendukung untuk melatih diri melenyapkan semua emosi-emosi negatif seperti kesedihan, kekecewaan, kecemasan, rasa kesal, marah, benci yang berlebihan dan lain-lain.
7.     Karena Anda memiliki daya tarik dan wajah Anda lebih enak dipandang, maka hal itu akan mambantu Anda meraih kesuksesan dan mendapatkan banyak uang.

DO’A SUAMI YG SHALEH BUAT ISTRI TERCINTA


Bismillahirrohmaanirrohiiim…
Alhamdulillahi robbil ‘aalamiiin…
Ashsholaatu wassalaamu ‘alaa rosuulillaah…

 Terimakasih, yaa Robbiii…
Engkau telah menyatukan kami dalam ikatan pernikahan ini. Menghalalkan yang sebelumnya belum halal atas kami. Mengharamkan yang sebelumnya belum haram atas kami. Mengikuti sunnah Rasul-Mu. Menyempurnakan separuh dien-Mu. Menyemai ibadah dalam bilik kemesraan kami. Sembari terus–menerus mengharapkan ridho dan ampunan-Mu…


Penantian panjang yang kami jalani dengan harap-harap cemas bersama doa-doa yang dilantunkan di sudut hening malam, di pagi berkabut, maupun di terik siang yang membakar peluh, telah Engkau usaikan dalam majelis pernikahan yang sederhana dan takzim itu. Ijab Qabul dan Ikrar suci yang diucapkan lirih pada sore hari itu, merambatkan segala rasa yang terpatri dalam di lubuk batin kami. Menggema memenuhi rongga kepala dan hati kami. Hingga air mata haru dan isak tangis kami pun tak kan mampu melukiskannya.

Sembari terus-menerus mengharapkan ridho dan ampunan-Mu, atas dosa-dosa yang telah dan mungkin akan terjadi, kami memohon kepada-Mu, dengan segenap harapan dan kerendahan hati, sudilah kiranya Engkau menuntun kami ke jalan yang Engkau ridhoi. Jauhkanlah kami dari jalan orang-orang yang Engkau murkai. Jauhkanlah kami dari jalan orang-orang yang sesat. Jauhkanlah kami dari jalan orang-orang yang dzhalim. Jauhkanlah kami dari jalan orang-orang yang fasik. Jauhkanlah kami dari jalan orang-orang yang kafir. Selamatkanlah kami dalam kehidupan kami di dunia dan di akhirat kelak.

Yaa Robbiii…
Jadikanlah isteriku isteri yang taat menjalankan perintah-Mu, dan tegas meninggalkan larangan-Mu. Jadikanlah ia isteri yang taat kepadaku dalam perjalanan menggapai ridho-Mu. Jauhkanlah ia dari sifat-sifat buruk dan bejat, dari sifat ujub dan khianat, dari sifat dzhalim dan fasik, dan sifat-sifat yang mendatangkan murka-Mu. Jadikanlah ia isteri shalehah, sebaik-baik perhiasan dunia bagiku. Jadikanlah ia sahabat terbaikku dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini. Jadikanlah ia sahabat terbaikku dalam menuntut ilmu. Menjadi guruku. Menjadi muridku. Menjadi teman belajarku. Menjadi rekan sejawatku dalam berlomba-lomba di jalan kebaikan.

Yaa Robbiii…
Jadikanlah aku imam bagi keluargaku. Imam yang adil dan mengajak kepada jalan yang Engkau ridhoi. Bimbinglah aku dalam memimpin. Tegurlah aku dikala lalai dari tanggung jawabku, dengan teguranRahman dan Rahim-Mu. Jauhkanlah aku dari sifat-sifat buruk dan bejat, dzhalim dan fasik, dari sifat ujub dan khianat, dan dari segala sifat yang mendatangkan mudharat dan murka-Mu. Kuatkanlah keimananku, sebagai obor penerang bagi keluargaku dalam mengarungi gelapnya kehidupan akhir zaman ini. Bimbinglah kami, yaa Robbal ‘aalamiiin…



Yaa Robbiii…
Ampunilah dosa-dosa kami sebelum dan sesudah hari pernikahan kami. Ampunilah dosa-dosa kami sebelum dan sesudah hari pernikahan kami. Ampunilah dosa-dosa kami sebelum dan sesudah hari pernikahan kami. Baik yang kami sadari maupun yang tidak kami sadari. Ampunilah dosa Ibu dan Bapak kami. Ampunilah dosa saudara-saudara kami. Ampunilah dosa kerabat-kerabat kami. Ampunilah dosa sahabat-sahabat kami. Ampunilah dosa guru-guru kami. Ampunilah dosa seluruh kaum muslimin dan muslimat, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal.

Yaa Robbiii…
Karuniailah kami keturunan yang shaleh dan shalehah. Anak-anak yang taat menjalankan perintah-Mu dan tegas meninggalkan larangan-Mu. Anak-anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Karuniailah kami keturunan yang akan teguh memperjuangkan tegaknya dien-Mu di bumi ciptaan-Mu ini.

Yaa, Robbiii…
Karuniailah kami keturunan yang menggenggam erat sunnah Rasul-Mu. Memperjuangkan kembalinyakehidupan Islam di persada bumi ini. Generasi yang siap mengorbankan segala yang ada padanya untuk mempertahankan aqidahnya, memperjuangkan al-Haq dan mengingkari al-bathil.

Robbanaa aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah waqinaa ‘adzaaban naar…
Allohummaghfirlanaa bikaroomika ajma’iiin, watubuwazaqi wa’fu ‘an man yaquulu aamiiin aamiiiin aaamiiin….
Washollollohu ‘alaa sayyiidinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi ajma’iiin
Walhamdulillahi robbil ‘aalamiiin…

DOA ISTERI


Ku ketuk pintu rumah, “Assalamu’alaikumm bundaaa….”
“Walikumsalammm…” Jawab yang di dalam.
Seburat wajah yang aku rindukan keluar. Wajah rembulan yang menyejukan hati dan memberikan ketentraman juga kedamaian batin ini. Seulas senyum menghiasi bibir menyabut kedatanganku, menjabat tangan dan menciumnya.
“Jam berapa yah dari tempat kerja?” Tanyanya.
“jam limaan sayanq.”
“oooo…, ayah istirahat dulu ya. Bunda nyiapin minum untuk ayah.
Langsung aku menuju kamar dan rebahan. Tak berapa lama kemudian istriku datang dengan membawa air putih dan makanan kecil.
Segera aku minum dan mengambil makanan kecila dan kumasukan ke mulut.
“Bunda nyiapian makan ya yah..” Dengan membalikan badanya. Aku hanya mengangguk pelan. Sebelum pintu kamar aku memanggilnya.
“Bunda..!”
“ya yah..” Sedikit agak kaget.
Aku hampiri dia dan memeluknya serta ku kecup keningnya.
“Makasih bunda.”
“Sama-sama ayah..” Dengan tersenyum. Dia pun beerlalu setelah pelukan kulepaskan.
Terimakash ya Allah, Engkau telah memberikan anugrah kepada hambamu ini seorang istri yang baik hatinya. Semoga Kau menjadikan ia istri yang solehah juga. Jadikanlah kami keluarga yang benar-benar sakinah mawadah warahmah. Keluarga yang senantiasa mendapatkan berkah dari-Mu, mendapatkan anugrah dari-Mu. Magfiroh dari-Mu, naungan dari-Mu dan ridho dari-Mu. Langgengkan pernikahan kami dan jodohkan kami di akherat nanti. Amin.

Menjelang hari Raya Idul Fitri


Menjelang hari Raya Idul Fitri, pasti kalian memiliki cara meminta maaf kepada kedua orang tua Bagaimana mengungkapkan permohonan maaf kepada kedua orang tua?
Berikut akan kami sajikan tips dan cara memohon maaf kepada orang tua.
1.    Setelah sholat Idul Fitri, kamu bisa langsung mencium tangan ibumu dan mengucapkan permohonan maaf dengan tulus dan ikhlas kepada ibu atas segala kesalahan yang pernah diperbuat.
2.    Tidak hanya itu, meminta maaf kepada orang tua saat Idul Fitri bisa dilakukan di rumah. Biasanya kedua orang tua duduk di kursi dari para anak-anaknya berbaris lalu bersungkeman dan memohon maaf atas segala salah yang pernah diperbuat.
3.    Meminta maaf kepada kedua orang tua dengan cara tidak terlalu formal namun memiliki arti yang dalam. Tidak lupa pula berjanji tidak mengulangi kesalahan pada masa lalu di kemudian hari.
4.    Ini yang paling harus diingat, bahwa meminta maaf tidak perlu harus menunggu. Seharusnya kamu sebagai sosok yang lebih muda harus terlebih dulu menghampiri orang tua kalian.

Di samping itu kami akan menyajikan tips berikut ini untuk anda :

Cara Berbuat Baik/Berbakti Kepada Orang tua
1.        Selalu berbicara sopan kepada kedua orangtua, jangan menghardik, mengomel ataupun memukul mereka. Karena walau hanya berkata “AH” saja tidak diperbolehkan dalam Islam.
2.        Selalu taat kepada orangtua, selama tidak untuk berbuat maksiat kepada Allah SWT.
3.        Selalu bersikap lemah lembut, janganlah bermuka masam di hadapan mereka.
4.        Selalu menjaga nama baik, kehormatan dan harta kedua orangtua, serta tidak mengambil sesuatu tanpa ijin mereka.
5.        Selalu melakukan hal-hal yang dapat meringankan tugas mereka bedua, meskipun tanpa diperintah.
6.        Selalu bermusyawarah dengan mereka dalam setiap masalah dan meminta maaf dengan baik jika ada perbedaan pendapat.
7.        Selalu datang segera, jika mereka memanggil.
8.        Selalu menghormati kerabat dan kawan-kawan mereka.
9.        Selalu sopan dalam menjelaskan setiap masalah. Jangan membatah mereka dengan perkataan kasar.
10.    Selalu membantu ibu dalam pekerjaan di rumah dan membantu ayah dalam pekerjaan di luar rumah (mencari nafkah).
11.    Selalu mendoakan mereka berdua.
12.    Jangan membantah perintah mereka ataupun mengeraskan suara di atas suara mereka.
13.     Jangan masuk ke tempat/kamar mereka, sebelum mendapat ijin.
14.    Jangan mendahului mereka saat makan dan hormatilah mereka dalam menyantap makanan dan minuman.
15.    Jangan mencela mereka, jika mereka berbuat sesuatu yang kurang baik.
16.    Jika merokok, janganlah dihadapan mereka.
17.     Jika telah sanggup/mampu mencari rezeki, bantulah mereka.
18.    Usahakan bangun dari tempat duduk/tempat tidur, jika mereka datang.
19.    Jika meminta sesuatu dari orangtua, mintalah dengan lemah lembut, berterima kasihlah atas pemberian mereka, maafkanlah jika mereka tidak memenuhi permintaan kita dan janganlah terlalu banyak meminta supaya tidak mengganggu mereka.
20.    Jangan keluar dari rumah/pergi sebelum mereka mengijinkan, meskipun untuk urusan penting. Jika terpaksa pergi, maka mintalah maaf kepada mereka.
21.    Kunjungilah mereka sesering mungkin, berilah hadiah, sampaikan terima kasih atas pendidikan dan jerih payah mereka serta ambillah pelajaran dari anak-anakmu betapa susahnya mendidik mereka. Seperti halnya betapa berat susahnya orangtua kita mendidik kita.
22.    Orang yang berhak mendapat penghormatan adalah ibu, kemudian ayah. Ketahuilah bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu.
23.    Doa kedua orangtua dalam kebaikan ataupun kejelekan di terima oleh Allah Swt. Maka berhati-hatilah terhadap doa mereka yang jelek.
24.    Usahakan tidak menyakiti orangtua ataupun membuat mereka marah sehingga membuat diri kita merana di dunia dan akhirat. Ingatlah, anak-anakmu akan memperlakukan kamu sebagaimana kamu memperlakukan kedua orangtuamu.
25.    Kedua orangtuamu mempunyai hak atas kamu, istri/suamimu mempunyai hak atas kamu. Jika suatu ketika mereka berselisih, usahakanlah dipertemukan dan berilah masing-masing hadiah secara diam-diam.
26.    Bersopan santunlah kepada setiap orangtua, karena orang yang mencaci orangtua lain sama dengan mencaci orangtuanya sendiri.