Ada setumpuk bukti, bahwa berbakti kepada kedua orang tua
–dalam wacana Islam- adalah persoalan utama, dalm jejeran hukum-hukum yang
terkait dengan berbuat baik terhadap sesama manusia. Allah Subhanahu Wa Ta’ala sudah cukup menegaskan wacana ‘berbakti’ itu,
dalam banyak firman-Nya, demikian juga RasulullahSallallahu ’Alaihi Wa
Sallam dalam banyak
sabdanya, dengan memberikan ‘bingkai-bingkai’ khusus, agar dapat diperhatikan
secara lebih saksama. Di antara tumpukan bukti tersebut adalah sebagai berikut:
1. Allah Subhanahu Wata’alamenggandengkan’ antara perintah untuk
beribadah kepada-Nya, dengan perintah berbuat baik kepada orang tua:
“Allah Subhanahu Wata’ala telah menetapkan agar kalian tidak beribadah
melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.”
(Al-Israa : 23)
1. Allah Subhanahu Wata’alamemerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik
kepada orang tuanya, meskipun mereka kafir
“Kalau mereka berupaya mengajakmu berbuat
kemusyrikan yang jelas-jelas tidak ada pengetahuanmu tentang hal itu, jangan
turuti; namun perlakukanlah keduanya secara baik di dunia ini.” (Luqmaan : 15)
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Ayat di atas
menunjukkan diharuskannya memelihara hubungan baik dengan orang tua, meskipun
dia kafir. Yakni dengan memberikan apa yang mereka butuhkan. Bila mereka tidak
membutuhkan harta, bisa dengan cara mengajak mereka masuk Islam..”
1. Berbakti kepada kedua orang tua adalah jihad.
Abdullah bin Amru bin Ash meriwayatkan bahwa
ada seorang lelaki meminta ijin berjihad kepada Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallam, Beliau bertanya,
“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Lelaki itu menjawab, “Masih.” Beliau
bersabda, “Kalau begitu, berjihadlah dengan berbuat baik terhadap keduanya.”
(Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
1. Taat kepada orang tua adalah salah satu
penyebab masuk Surga.
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallambersabda, “Sungguh
kasihan, sungguh kasihan, sungguh kasihan.” Salah seorang sahabat bertanya, “Siapa
yang kasihan, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang sempat berjumpa
dengan orang tuanya, kedua-duanya, atau salah seorang di antara keduanya, saat
umur mereka sudah menua, namun tidak bisa membuatnya masuk Surga.” (Riwayat
Muslim)
Beliau juga pernah bersabda:
“Orang tua adalah ‘pintu pertengahan’ menuju
Surga. Bila engkau mau, silakan engkau pelihara. Bila tidak mau, silakan
untuk tidak memperdulikannya.” (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan beliau
berkomentar, “Hadits ini shahih.” Riwayat ini juga dinyatakan shahih, oleh
Al-Albani.) Menurut para ulama, arti ‘pintu pertengahan’, yakni pintu terbaik.
1. Keridhaan Allah Subhanahu Wata’ala, berada di balik keridhaan orang tua.
“Keridhaan Allah Subhanahu Wata’alabergantung pada keridhaan kedua orang tua.
Kemurkaan Allah Subhanahu Wata’ala, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua.”
1. Berbakti kepada kedua orang tua membantu
meraih pengampunan dosa.
Ada seorang lelaki datang menemui
Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam sambil mengadu, “Wahai Rasulullah! Aku
telah melakukan sebuah perbuatan dosa.” Beliau bertanya, “Engkau masih
mempunyai seorang ibu?” Lelaki itu menjawab, “Tidak.” “Bibi?” Tanya Rasulullah
lagi. “Masih.” Jawabnya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallam bersabda, “Kalau begitu, berbuat baiklah
kepadanya.”
Dalam pengertian yang ‘lebih kuat’, riwayat
ini menunjukkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua, terutama kepada ibu,
dapat membantu proses taubat dan pengampunan dosa. Mengingat, bakti kepada
orang tua adalah amal ibadah yang paling utama.
Perlu ditegaskan kembali,
bahwa birrul waalidain (berbakti kepada kedua orang tua), lebih dari sekadar
berbuat ihsan (baik) kepada keduanya. Namun birrul walidain memiliki
nilai-nilai tambah yang semakin ‘melejitkan’ makna kebaikan tersebut, sehingga
menjadi sebuah ‘bakti’. Dan sekali lagi, bakti itu sendiripun bukanlah balasan
yang setara untuk dapat mengimbangi kebaikan orang tua. Namun setidaknya, sudah
dapat menggolongkan pelakunya sebagai orang yang bersyukur.
Imam An-Nawaawi menjelaskan,
“Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap
baik kepada keduanya, melakukan berbagai hal yang dapat membuat mereka
bergembira, serta berbuat baik kepada teman-teman mereka.”
Al-Imam Adz-Dzahabi
menjelaskan bahwa birrul waalidain atau bakti kepada orang tua, hanya dapat
direalisasikan dengan memenuhi tiga bentuk kewajiban:
Pertama: Menaati segala
perintah orang tua, kecuali dalam maksiat.
Kedua: Menjaga amanah
harta yang dititipkan orang tua, atau diberikan oleh orang tua.
Ketiga: Membantu atau
menolong orang tua, bila mereka membutuhkan.
وَقَضَى
رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ
عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ
مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا (24)
“Dan Tuhanmu telah
memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
"ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (DQ.
Al-Isra: 23-24)
Ini adalah perintah untuk
mengesakan Sesembahan, setelah sebelumnya disampaikan larangan syirik. Ini
adalah perintah yang diungkapkan dengan kata qadha yang artinya menakdirkan.
Jadi, ini adalah perintah pasti, sepasti qadha Allah. Kata qadha memberi kesan
penegasan terhadap perintah, selain makna pembatasan yang ditunjukkan oleh
kalimat larangan yang disusul dengan pengecualian: “Supaya kamu jangan menyembah
selain Dia…” Dari suasana ungkapan ini tampak jelas naungan penegasan dan
pemantapan.
Jadi, setelah fondasi
diletakkan dan dasar-dasar didirikan, maka disusul kemudian dengan tugas-tugas
individu dan sosial. Tugas-tugas tersebut memperoleh sokongan dari keyakinan di
dalam hati tentang Allah yang Maha Esa. Ia menyatukan antara motivasi dan
tujuan dari tugas dan perbuatan.
Perekat pertama sesudah
perekat akidah adalah perekat keluarga. Dari sini, konteks ayat mengaitkan
birrul walidain (bakti kepada kedua orangtua) dengan ibadah Allah, sebagai
pernyataan terhadap nilai bakti tersebut di sisi Allah:
Setelah mempelajari iman
dan kaitannya dengan etika-etika sosial yang darinya lahir takaful ijtima’I (kerjasama dalam bermasyarakat), saat
ini kita akan memasuki ruang yang paling spesifik dalam lingkaran interaksi
sosial, yaitu Birrul walidain (bakti kepada orang tua).
“Dan hendaklah kamu
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.”
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah Al-Qur’an Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.
Dengan ungkapan-ungkapan yang lembut dan gambaran-gambaran yang inspiratif inilah Al-Qur’an Al-Karim menggugah emosi kebajikan dan kasih sayang di dahati anak-anak.
Hal itu karena kehidupan
itu terdorong di jalannya oleh orang-orang yang masih hidup; mengarahkan
perhatian mereka yang kuat ke arah depan. Yaitu kepada keluarga, kepada
generasi baru, generasi masa depan. Jarang sekali kehidupan mengarahkan
perhatian mereka ke arah belakang..ke arah orang tua..ke arah kehidupan masa
silam..kepada generasi yang telah pergi! Dari sini, anak-anak perlu digugah
emosinya dengan kuat agar mereka menoleh ke belakang, ke arah ayah dan ibu
mereka.
Sebelum masuk ke inti
pembahasan, ada catatan penting yang harus menjadi perhatian bersama dalam
pembahasan birrul walidain; ialah Islam tidak hanya menyeru sang anak untuk
melaksanakan birrul walidain, namun Islam juga menyeru kepada para walidain (orang tua) untuk mendidik anaknya
dengan baik, terkhusus dalam ketaan kepada Allah dan Rasulul-Nya. Karena hal
itu adalah modal dasar bagi seorang anak untuk akhirnya menjadi anak sholih
yang berbakti kepada kedua orangtuanya. Dengan demikian, akan terjalin
kerjasama dalam menjalani hubungan keluarga sebagaimana dalam bermasyarakat.
Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ . Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada Allah, maka manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah proses penghambaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran Kembali menjawab
Gaya bahasa yang digunakan al-Quran dalam memerintahkan sikap bakti kepada orang tua ialah datang serangkai dengan perintah tauhid atau ke-imanan, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia“ . Dalam artian setelah manusia telah mengikrakan ke-imanannya kepada Allah, maka manusia memiliki tanggungjawab kedua, yaitu “Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya”.
Jika kita bertanya, mengapa perintah birrul walidain begitu urgen sehingga ia datang setelah proses penghambaan kepada Allah Subhanahu Wata’ala?? Al-Quran Kembali menjawab
حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا
وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا
“Ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”(Al-Ahqaf: 15)
Ketika orangtua berumur
muda, kekuatan fisik masih mengiringinya, sehingga ia bertanggungjawab untuk
mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Namuun saat mereka berumur tua renta,
dan anaknya sudah tumbuh dewasa berbaliklah roda tanggungjawab itu.
Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya.
Para pembantu mungkin mampu merawatnya, menunjukkan sesuatu yang tidak lagi bisa dilihatnya, mengambilkan sesuatu yang tidak lagi bisa diambilnya dan mengiringnya dari suatu temnpat ke tempat lain. Namun ada satu hal yang tidak pernah bisa diberikan oleh pembantu, ialah cinta dan kasih sayang. Hanya dari sang buah hatilah rasa cinta dan kasih sayang dapat diraihnya.
Kedua orang tua secara
fitrah akan terdorong untuk mengayomi anak-anaknya; mengorbankan segala hal,
termasuk diri sendiri. Seperti halnya tunas hijau menghisap setiap nutrisi
dalam benih hingga hancur luluh; seperti anak burung yang menghisap setiap
nutrisi yang ada dalam telor hingga tinggal cangkangnya, demikian pula
anak-anak menghisap seluruh potensi, kesehatan, tenaga dan perhatian dari kedua
orang tua, hingga ia menjadi orang tua yang lemah jika memang diberi usia yang
panjang. Meski demikian, keduanya tetap merasa bahagia!
Adapun anak-anak,
secepatnya mereka melupakan ini semua, dan terdorong oleh peran mereka ke arah
depan. Kepada istri dan keluarga. Demikianlah kehidupan itu terdorong. Dari sini,
orang tua tidak butuh nasihat untuk berbuat baik kepada anak-anak. Yang perlu
digugah emosinya dengan kuat adalah anak-anak, agar mereka mengingat kewajiban
terhadap generasi yang telah menghabiskan seluruh madunya hingga kering
kerontang!
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk menyembah Allah.
Dari sinilah muncul perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dalam bentuk qadha dari Allah yang mengandung arti perintah yang tegas, setelah perintah yang tegas untuk menyembah Allah.
Usia lanjut itu memiliki
kesan tersendiri. Kondisi lemah di usia lanjut juga memiliki insprasinya
sendiri. Kataعندكyang
artinya “di sisimu” menggambarkan makna mencari perlindungan dan pengayoman
dalam kondisi lanjut usia dan lemah. “Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak
mereka…” Ini adalah tingkatan pertama di antara tingkatan-tingkatan pengayoman
dan adab, yaitu seorang anak tidak boleh mengucapkan kata-kata yang menunjukkan
kekesahan dan kejengkelan, serta kata-kata yang mengesankan penghinaan dan
etika yang tidak baik. “Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” Ini
adalah tingkatan yang paling tinggi, yaitu berbicara kepada orang tua dengan
hormat dan memuliakan.
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ
مِنَ الرَّحْمَةِ
“Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan…” Di sini ungkapan melembut dan
melunak, hingga sampai ke makhluk hati yang paling dalam. Itulah kasih sayang
yang sangat lembut, sehingga seolah-olah ia adalah sikap merendah, tidak
mengangkat pandangan dan tidak menolak perintah. Dan seolah-olah sikap merendah
itu punya sayap yang dikuncupkannya sebagai tanda kedamaian dan kepasrahan
.Itulah ingatan yang sarat kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah,
dipelihara oleh kedua orang tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di
masa kanak-kanak; lemah dan membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah
tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati keduanya, karena rahmat Allah itu lebih
luas dan penjagaan Allah lebih menyeluruh. Allah lebih mampu untuk membalas
keduanya atas darah dan hati yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa
dibalas oleh anak-anak.
Belaian anak saat orang
tua telah berumur lanjut ialah kenikmatan yang tak terhingga. Wajarlah kiranya
al-Quran memberikan pengkhususan dalam birrul walidain ini saat kondisi mereka tua renta,
yaitu:
1. Jangan
mengatakan kata uffin (ah)
2. Jangan membentak
3. Ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia.
4. Rendahkanlah dirimu
terhadap mereka dengan penuh kesayangan
5.Dan do’akanlah mereka.
Kata uffin dalam bahsa Arab berati ar-rafdu (menolak). Jadi janganlah kita
mengatakan kata-kata yang mengandung makna menolak, terkhusus dalam memenuhi kebutuhan mereka.
Karena pada umur lanjut inilah kebutuhan mereka memuncak, hampir pada setiap
hitungan jam mereka membutuhkan kehadiran kita disisinya.
Sedimikian pentingnya perintah birrul walidain ini, sehingga keridhoan mereka dapat menghantarkan sang anak kedalam surga-Nya. Rasulullah saw bersabda “Barang siapa yang menajalani pagi harinya dalam keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Barang siapa yang menjalani sore keridhoan orang tuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju syurga. Dan barang siapa menjalani pagi harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka. Dan barang siapa menjalani sore harinya dalam kemurkaan orangtuanya, maka baginya dibukakan dua pintu menuju neraka ”.(HR. Darul Qutni dan Baihaqi)
Dengan demikian merugilah
para anak yang hidup bersama orang tuanya di saat tua renta namun ia tidak bisa
meraih surga, karena tidak bisa berbakti kepada keduanya. Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallammengatakan tentang ihwal
mereka
عَنْ
سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ثُمَّ رَغِمَ أَنْفُهُ ». قِيلَ
مَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « مَنْ أَدْرَكَ وَالِدَيْهِ عِنْدَ الْكِبَرِ أَحَدَهُمَا
أَوْ كِلَيْهِمَا ثُمَّ لَمْ يَدْخُلِالْجَنَّةَ ».
“Dari Suhaili, dari
ayahnya dan dari Abu Hurairah. Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallam bersabda : ”Merugilah ia
(sampai 3 kali). Para Shahabat bertanya : ”siapa ya Rosulullah?Rosulullah Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallam bersabda :“Merugilah seseorang yang
hidup bersama kedua orang tuanya atau salah satunya di saat mereka tua renta,
namun ia tidak masuk surga”
(HR. Muslim).
Terkait cara berbakti
kepada orang tua, memulai dengan perkataan yang baik. Kemudian diiringi denganmeringankan apa-apa yang menjadi bebannya. Dan bakti
yang tertinggi yang tak pernah dibatasi oleh tempat dan waktu ialah DOA. Do’a adalah bentuk bakti anak kepada orang
tua seumur hidup-nya. Do’alah satu-satunya cara yang diajarkan Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambagi anak-anak yang pernah menyakiti
orangtuanya namun mereka meninggal sebelum ia memohon maaf kepadanya.
Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Baihaqi, Rasulullah Sallallahu ’Alaihi Wa Sallambersabda : “Bahwasanya akan ada
seorang hamba pada hari kiamat nanti yang diangkat derajatnya, kemudian ia
berkata “Wahai tuhanku dari mana aku mendapatkan (derajat yang tinggi) ini??.
Maka dikatakanlah kepadanya “Ini adalah dari istighfar (doa ampunan) anakamu
untukmu” (HR.Baihaqi)
Adapun doa yang
diajarkan, ialah sebagaimana termaktub dalam al-Quran :
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا
رَبَّيَانِي صَغِيرً
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” (Al-Isra’: 24).
Itulah ingatan yang sarat
kasih sayang. Ingatan akan masa kecil yang lemah, dipelihara oleh kedua orang
tua. Dan keduanya hari ini sama seperti kita di masa kanak-kanak; lemah dan
membutuhkan penjagaan dan kasih sayang. Itulah tawajuh kepada Allah agar Dia merahmati
keduanya, karena rahmat Allah itu lebih luas dan penjagaan Allah lebih
menyeluruh. Allah Subhanahu Wata’ala lebih mampu untuk membalas keduanya atas darah dan hati
yang mereka korbankan. Sesuat yang tidak bisa dibalas oleh anak-anak.
Al Hafizh Abu Bakar Al
Bazzar meriwayatkan dengan sanadnya dari Buraidah dari ayahnya:
“Seorang laki-laki sedang
thawaf sambil menggendong ibunya. Ia membawa ibunya thawaf. Lalu ia bertanya
kepada NabiSallallahu ’Alaihi Wa Sallam, “Apakah aku telah menunaikan haknya?” Nabi Sallallahu ’Alaihi Wa
Sallammenjawab, “Tidak,
meskipun untuk satu tarikan nafas kesakitan saat melahirkan.”
Dalam ayat lain
Al-Quran mengajar doa yang begitu indah, ialah doa yang mencakup bagi kita,
orang tua dan keturunan kita :
رَبِّ
أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ
وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ
إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
"Ya Allah.., tunjukilah
aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri." (Al-Ahqaf : 15). Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar